Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2009

bneran kah?

bismillah...mulai hari ini saya diberi amanah untuk menjadi bagian dari organisasi yg kmaren yg saya wawancara itu.persis di tempat yg saya inginkan.alhamdulillah. ada dua hal yg buat saya sentimentil hari ini: 1. Pengumuman masuknya saya ke organisasi tersebut 2. Perhatian orang2 terdekat (keluarga) kepada saya khususnya di bidang pendidikan.Jadi, begini. Minggu ini emang gw berencana ngurus 'keringanan' BOP. karena buat gw angka 5 jeti ituh ga sesuai dng kmampuan finansial keluarga inti gw (klo mau jujur dilihat dari penghasilan dan pemasukan ortu, angka segitu bisa aja dicapai, tapi terlalu maksa...), trus pertimbangan lain gw ngeliat apa yg gw kasih dengan uang sgitu trnyata kurang "worth" sama apa yg gw dapetin. UI, dengan sgala kehebatan fasilitas dan kualitas dosen yang hebat menurut gw blum ngasih yg "seharusnya-gw-dapat-dengan-bayar-sgitu". tapi, ya sutra lah.. katanya nyokap gw, tadi adeknya yang paling kecil dateng ke rumah cuma bilang "ngapa

yak dan gw masih ga yakin

assalamualaikum..hhoo.langgsung ngpost bnyk skalinya buka...maaf yah panitia journalist day, gw ga sempet bikin tulisan yang bagus buat dilombain, blm smpet ganti layout, dll.hhu..padahal niat ikutan, udah daftar, dan masih mau ikut seminarnya.tp ga sempet..hhuu jadi, slasa kmaren akhirnya saya wawancara untuk oprec bem fisip...padahal lg sakit2nya tuh..pusing png cpet2 balik, tp saya sempetin aja deh daripada ga ada waktu lagi..pertama wawancara sam BPH, sya diwawancara oleh Hegar, sang wakil ketua. Asik. Itulah kata pertama yang bisa saya gambarkan tentang kegiatan wawancara ini. Emang, ngomong sama hegar ga berasa kayak wawancara orangnya keliatan punya sense of respect yang gede sama orang lain n bikin gw juga jadi respect sama dia. Satu hal yang dia tanya ke gw soal kegiatan gw di FSI ga dipermasalahin, asal dia bilang lo punya KOMITMEN ke bem fisip. Yah, gw bilang aja klo gw udah berani daftar berarti gw udah berani komit ke bem donk. Hal itu juga yang gw alamin.. (pertanyaan ttg

Meraba Kemungkinan Kembalinya Executive Heavy di Indonesia

Meraba Kemungkinan Kembalinya Executive Heavy di Indonesia Lebih dari tiga puluh tahun Indonesia berada dalam kekuasaan pemerintahan yang sangat besar (executive heavy). Pada masa Demokrasi Terpimpin, benih-benih kemunculan executive heavy mulai terlihat jelas saat dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959 yang salah satunya berisi tentang pembubaran konstituante. Keadaan ini berlanjut pada masa orde baru. UUD 1945 yang penuh dengan cacat bawaan karena tidak dimuatnya mekanisme check and balances dimanfaatkan oleh presiden Soeharto untuk berkuasa secara berlebihan. Terjadinya executive heavy di Indonesia ini dapat disebabkan oleh tiga faktor yakni faktor konstitusional, teknis, dan politik. UUD 1945 yang bersifat darurat dan sementara memungkinkan adanya kekuasaan presiden yang berlebihan sebab tidak adanya pembatasan masa jabatan dan tidak adanya sanksi yang jelas (misalnya pencopotan jabatan) ketika presiden melakukan kesalahan seperti korupsi. Faktor konsti

Analisis Kinerja DPR di Era Reformasi : Sudahkah Memuaskan Rakyat?

Analisis Kinerja DPR di Era Reformasi : Sudahkah Memuaskan Rakyat? Pemilihan umum untuk menentukan anggota DPR, DPRD, dan DPD tinggal beberapa hari lagi. Momentum ini selayaknya dijadikan sebagai sebuah upaya untuk melakukan perubahan dalam rangka mendapatkan anggota legislatif yang benar-benar akan bekerja untuk rakyat. Mengapa kita membutuhkan perubahan tersebut? Tentu saja karena ternyata rakyat belum puas terhadap kinerja DPR selama dua periode terakhir ini. Semenjak era reformasi, DPR tak lebih dari bahan olok-olok sebagian kalangan masyarakat akibat ketidakmampuan mereka dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang berkenaan dengan rakyat. Banyak sekali pendapat bahkan penelitian ilmiah yang menunjukkan kinerja DPR selama tahun 1999-2009 ini tidak begitu baik. Salah satunya dibuktikan dari disertasi doktoral Idrus Marham yang menyebutkan bahwa sebanyak 60% anggota DPR tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Hanya sekitar 40% anggota DPR yang terlibat langs

buat MenKes

Memperjuangkan Sistem Kesehatan yang Layak, Murah, dan Terjangkau di Indonesia Oleh :Avina Nadhila Widarsa Mungkin Anda masih ingat dengan kehebohan yang dibuat oleh Ponari, si dukun cilik yang bisa menyembuhkan orang yang sakit dengan batu ajaibnya. Batu tersebut dipercaya memiliki kekuatan sakti sehingga apabila seseorang mencelupkan batu yang berasal dari sambaran petir tersebut ke air yang akan diminumnya, maka ia akan sembuh dari segala penyakit yang diderita. Banyak orang percaya akan hal tersebut karena memang sudah terbukti bisa menyembuhkan beberapa penyakit. Namun, tidak sedikit orang yang malah akhirnya menjadi korban dari pengobatan Ponari. Lima orang diberitakan tewas akibat berdesak-desakan pada saat menunggu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari anak itu. Kasus Ponari menjadi hal yang sangat ironi di tengah kemajuan teknologi abad ini., khususnya teknologi di bidang kesehatan yang sudah sedemikian berkembang. Ditemukannya vaksin-vaksin ba

sekolah gratis = sekolah untuk semua??

Sekolah Gratis = Pendidikan Untuk Semua? oleh : Avina Nadhila Widarsa Akhir-akhir ini, sering kita lihat di televisi sebuah iklan layanan masyarakat yang dibintangi Cut Mini tentang adanya sekolah gratis yang dibuat oleh pemerintah. Departemen pendidikan nasional sebagai bagian dari pemerintah yang mengurusi masalah pendidikan telah berkomitmen untuk menyelenggarakan sekolah gratis di semua daerah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah khususnya. Namun, apakah program sekolah gratis ini akan terimplementasi dengan baik? Ataukah hanya janji-janji belaka karena kita akan menghadapi pemilu? Pendidikan, yang salah satu fungsinya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, memiliki peran vital dalam kehidupan bangsa. Peran vital tersebut ialah untuk mentransfer nilai-nilai jati diri bangsa (van Gliken, 2004). Selain itu, pendidikan memiiki tugas pokok yakni mempreservasi, mentransfer, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi

Kartini, Emansipasi, dan Masa Depan Wanita

Lahir lebih dari seabad yang lalu di sebuah kota yang terletak di pantai utara Pulau Jawa, Kartini hidup dalam adat istiadat Jawa yang sangat kental. Berkat pemikirannya yang kritis, ia berusaha mendobrak adat istiadat yang tidak sesuai dengan hak-hak dasar kemanusiaan. Hidup di zaman yang masih menjadikan wanita sebagai warga kelas dua, Kartini sangat berani untuk memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita. Perjuangan itulah yang kini kita sebut dengan perjuangan emansipasi wanita. Apa yang diperjuangkan Kartini merupakan sesuatu yang memang sudah seharusnya didapatkan oleh para wanita seperti yang telah disebutkan dalam Al-Quran. Dalam surat Al-Ahzab ayat 35, tidak disebutkan hanya laki-laki sajalah yang berhak mendapat pahala dan kemuliaan dari Allah, namun perempuan juga memiliki hak dan ksempatan yang sama. Senada dengan Al-Quran, dalam bukunya Door Duisternis Tot Light, Kartini menulis surat kepada Prof. Anton dan istrinya tentang perjuangannya agar para wa

Contreng Apa Coblos?

Pemilu tinggal 3 hari lagi. Tapi, saya masih bingung siapa caleg (atau partai mungkin) yang akan saya pilih. Sosialisasi pemilu sangat dirasakan kurang bagi saya dan saudara-saudara saya sebangsa se tanah air, dari Sabang sampai Merauke. Jika mau disurvei, mungkin hanya kurang dari 20%(hanya asumsi pribadi-red) masyarakat Indonesia yang tahu cara memilih apakah nanti dicoblos atau dicontreng. Perihal mencontreng atau mencoblos juga pernah menjadi perdebatan antara saya dan ayah saya dalam suatu perjalanan menuju kampus. Ayah saya yang menjadi anggota KPPS bersikukuh bahwa surat suara yang dicoblos tidak sah, sementara saya berargumen sebaliknya karena pada sebuah seminar yang diadakan oleh Pokja BEM UI untuk PEMILU 2009, seorang narasumber, ibu Chusnul Mar`iyah menyatakan bahwa dicoblos pun suaranya tetap sah. Jadi, pemilih yang tidak bisa menggunakan pulpen untuk mencontreng kemungkinan suaranya masih bisa tetap dihitung apabila ia mencoblos. Ayah saya pada waktu itu masih belum perca