Pemilu tinggal 3 hari lagi. Tapi, saya masih bingung siapa caleg (atau partai mungkin) yang akan saya pilih. Sosialisasi pemilu sangat dirasakan kurang bagi saya dan saudara-saudara saya sebangsa se tanah air, dari Sabang sampai Merauke. Jika mau disurvei, mungkin hanya kurang dari 20%(hanya asumsi pribadi-red) masyarakat Indonesia yang tahu cara memilih apakah nanti dicoblos atau dicontreng.
Perihal mencontreng atau mencoblos juga pernah menjadi perdebatan antara saya dan ayah saya dalam suatu perjalanan menuju kampus. Ayah saya yang menjadi anggota KPPS bersikukuh bahwa surat suara yang dicoblos tidak sah, sementara saya berargumen sebaliknya karena pada sebuah seminar yang diadakan oleh Pokja BEM UI untuk PEMILU 2009, seorang narasumber, ibu Chusnul Mar`iyah menyatakan bahwa dicoblos pun suaranya tetap sah. Jadi, pemilih yang tidak bisa menggunakan pulpen untuk mencontreng kemungkinan suaranya masih bisa tetap dihitung apabila ia mencoblos.
Ayah saya pada waktu itu masih belum percaya juga. Akhirnya, setelah mendapat kuliah Sistem Politik Indonesia oleh dosen saya tercinta Mbak Dhani, saya mengerti bahwa ada 6 tanda suara sah. Di contreng (v), disilang (x), dicontreng tak sempurna kanan (/) dan kiri, dicoret di bagian nama, dan TERCOBLOS. Setelah saya juga mendapat sosialisasi pemilu dari PUSKAPOL UI (cuma ada di FISIP lho..hhe) akhirnya saya mengetahui bahwa memang boleh terCOBLOS, namun sangat DISARANKAN untuk MENCONTRENG. dalam artian, mencontreng lebih baik daripaa mencoblos.
Buat saya, apapun tanda yang digunakan sama saja. Yang penting pemilu yang akan datang bisa dijadikan sebagai ajang untuk regenerasi anggota legislatif dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Mungkin, persoalan mencontreng atau menoblos dianggap sepele bagi sebagian orang. Namun, untuk banyak orang persoalan ini sangat berarti dalam menentukan nasib Indonesia 5 tahun ke depan. Yah, semoga persoalan mencontreng dan mencoblos ini tidak menjadikan kendala bagi berjalannya pemilu 2009...amin..
Perihal mencontreng atau mencoblos juga pernah menjadi perdebatan antara saya dan ayah saya dalam suatu perjalanan menuju kampus. Ayah saya yang menjadi anggota KPPS bersikukuh bahwa surat suara yang dicoblos tidak sah, sementara saya berargumen sebaliknya karena pada sebuah seminar yang diadakan oleh Pokja BEM UI untuk PEMILU 2009, seorang narasumber, ibu Chusnul Mar`iyah menyatakan bahwa dicoblos pun suaranya tetap sah. Jadi, pemilih yang tidak bisa menggunakan pulpen untuk mencontreng kemungkinan suaranya masih bisa tetap dihitung apabila ia mencoblos.
Ayah saya pada waktu itu masih belum percaya juga. Akhirnya, setelah mendapat kuliah Sistem Politik Indonesia oleh dosen saya tercinta Mbak Dhani, saya mengerti bahwa ada 6 tanda suara sah. Di contreng (v), disilang (x), dicontreng tak sempurna kanan (/) dan kiri, dicoret di bagian nama, dan TERCOBLOS. Setelah saya juga mendapat sosialisasi pemilu dari PUSKAPOL UI (cuma ada di FISIP lho..hhe) akhirnya saya mengetahui bahwa memang boleh terCOBLOS, namun sangat DISARANKAN untuk MENCONTRENG. dalam artian, mencontreng lebih baik daripaa mencoblos.
Buat saya, apapun tanda yang digunakan sama saja. Yang penting pemilu yang akan datang bisa dijadikan sebagai ajang untuk regenerasi anggota legislatif dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Mungkin, persoalan mencontreng atau menoblos dianggap sepele bagi sebagian orang. Namun, untuk banyak orang persoalan ini sangat berarti dalam menentukan nasib Indonesia 5 tahun ke depan. Yah, semoga persoalan mencontreng dan mencoblos ini tidak menjadikan kendala bagi berjalannya pemilu 2009...amin..
Komentar