Postingan ini saya copas dari blog Meira Anastasia,
saya jarang mengangkat tema ini, tapi tulisan di bawah benar-benar menyentuh saya :')
-Menjadi Ibu-
Ketika kamu melihat anak kecil di mall dan kamu berpikir betapa lucunya dia.
Ketika kamu melihat keponakanmu yang baru lahir dan kamu tak sabar ingin menggendongnya.
Ketika kamu melihat anak-anak yang menggemaskan di iklan dan merasa hidupmu hampa karena tidak memiliki mereka.
Itu adalah tanda bahwa kamu ingin punya anak.
Bukan tanda bahwa kamu siap untuk punya anak.
Karena apa yang terjadi pada saat pembuatan iklan itu. Atau sesaat setelah kamu mengembalikan dia pada orangtuanya masing-masing, kamu tidak akan pernah tahu. Betapa dia adalah makhluk kecil yang bisa menghabiskan energi dan emosi. Betapa berbicara dengannya membutuhkan komunikasi tingkat tinggi dan sedikit telepati.
Kesiapan finansial, mungkin kamu bisa dapatkan. Banyak anak banyak rejeki katanya. Kesiapan mental, ini yang lumayan susah. Saya juga masih bergelut dengan ini. Sampai sekarang.
Susah untuk tidak berubah menjadi zombie, ketika setiap malam harus bangun mengganti popok dan menyusui, atau ketika dia berpikir bahwa siang adalah malam dan sebaliknya.
Susah untuk bermuka santai, ketika dia berteriak-teriak di tempat umum dan orang-orang mulai memandang dengan tatapan gak-becus-banget-sih-ngurus-anak.
Susah untuk menahan amarah, ketika makanan yang sudah kamu buat dengan susah payah, hanya dimuntahkan dan karena dia menolak makan, piringnya tidak sengaja tersenggol dan tumpahlah semuanya ke lantai.
Susah untuk tidak berteriak, ketika sesaat sebelum akan berangkat ke undangan, dia menumpahkan sesuatu ke baju barunya.
Susah untuk tetap tenang, ketika kamu sedang menyetir saat macet, dia menangis dan tidak bisa duduk dengan tenang lalu membuka sendiri car seat buckle nya.
Susah untuk tidak menjadi gila ketika, 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, kamu harus menghadapi dia yang tidak mau melepaskan dirinya darimu.
Susah untuk berpikir bahwa kamu adalah ibu yang baik, ketika kamu ingin pergi dari semuanya. Kamu ingin punya kehidupan selain harus mengurusi dia.
Susah untuk berpikir bahwa kamu adalah ibu yang baik, ketika kamu tidak ingin menjadi ibu, untuk sebentar saja.
Tapi, bagaimana manusia kecil ini bisa bertahan hidup di dunia tanpa kita?
Kita yang memberikannya tempat tinggal selama 9 bulan.
Dia sudah terbiasa hidup bersama kita. Dia hidup dari kita.
Kita adalah rumah baginya.
Ayah, kakek, nenek, dan keluarga lainnya memang akan ada untuk dia. Tapi, yang paling menyenangkan baginya adalah kehadiran kita, ibunya, rumahnya.
Jadi, betapa egoisnya kita, manusia yang sudah lebih lama hidup di dunia, jika tidak melindungi dan mengajarkan dia bagaimana cara untuk bertahan hidup. Betapa egoisnya kita ketika menginginkan dia, dan tidak siap mengurusnya.
Tapi, menginginkan waktu untuk diri sendiri, sebentar saja, adalah tidak egois. Itu adalah logis.
Waktu dimana kita bukan lagi ibu dan istri. Tapi, kita adalah aku dan kamu. Perempuan yang hanya ingin menikmati waktu untuk menjadi perempuan. Dan setelah itu, kita bisa kembali menjadi ibu dan istri dengan semangat dan gairah baru. Semua senang.
Jadi, kesimpulanku, kesiapan (mental) bukan seperti bakat yang langsung diberikan Tuhan.
Itu adalah proses. Proses yang panjang dan kadang penuh air mata. Proses belajar yang tidak pernah berhenti. Dan beruntunglah kamu yang mengalami proses itu, karena kamu akan menjadi makhluk yang kuat.
Makhluk yang bernama, IBU.
dan saya belum siap saat ini, tidak tahu kapan saya akan siap, semoga amanah ini datang di saat yang tepat...
saya jarang mengangkat tema ini, tapi tulisan di bawah benar-benar menyentuh saya :')
-Menjadi Ibu-
Ketika kamu melihat anak kecil di mall dan kamu berpikir betapa lucunya dia.
Ketika kamu melihat keponakanmu yang baru lahir dan kamu tak sabar ingin menggendongnya.
Ketika kamu melihat anak-anak yang menggemaskan di iklan dan merasa hidupmu hampa karena tidak memiliki mereka.
Itu adalah tanda bahwa kamu ingin punya anak.
Bukan tanda bahwa kamu siap untuk punya anak.
Karena apa yang terjadi pada saat pembuatan iklan itu. Atau sesaat setelah kamu mengembalikan dia pada orangtuanya masing-masing, kamu tidak akan pernah tahu. Betapa dia adalah makhluk kecil yang bisa menghabiskan energi dan emosi. Betapa berbicara dengannya membutuhkan komunikasi tingkat tinggi dan sedikit telepati.
Kesiapan finansial, mungkin kamu bisa dapatkan. Banyak anak banyak rejeki katanya. Kesiapan mental, ini yang lumayan susah. Saya juga masih bergelut dengan ini. Sampai sekarang.
Susah untuk tidak berubah menjadi zombie, ketika setiap malam harus bangun mengganti popok dan menyusui, atau ketika dia berpikir bahwa siang adalah malam dan sebaliknya.
Susah untuk bermuka santai, ketika dia berteriak-teriak di tempat umum dan orang-orang mulai memandang dengan tatapan gak-becus-banget-sih-ngurus-anak.
Susah untuk menahan amarah, ketika makanan yang sudah kamu buat dengan susah payah, hanya dimuntahkan dan karena dia menolak makan, piringnya tidak sengaja tersenggol dan tumpahlah semuanya ke lantai.
Susah untuk tidak berteriak, ketika sesaat sebelum akan berangkat ke undangan, dia menumpahkan sesuatu ke baju barunya.
Susah untuk tetap tenang, ketika kamu sedang menyetir saat macet, dia menangis dan tidak bisa duduk dengan tenang lalu membuka sendiri car seat buckle nya.
Susah untuk tidak menjadi gila ketika, 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, kamu harus menghadapi dia yang tidak mau melepaskan dirinya darimu.
Susah untuk berpikir bahwa kamu adalah ibu yang baik, ketika kamu ingin pergi dari semuanya. Kamu ingin punya kehidupan selain harus mengurusi dia.
Susah untuk berpikir bahwa kamu adalah ibu yang baik, ketika kamu tidak ingin menjadi ibu, untuk sebentar saja.
Tapi, bagaimana manusia kecil ini bisa bertahan hidup di dunia tanpa kita?
Kita yang memberikannya tempat tinggal selama 9 bulan.
Dia sudah terbiasa hidup bersama kita. Dia hidup dari kita.
Kita adalah rumah baginya.
Ayah, kakek, nenek, dan keluarga lainnya memang akan ada untuk dia. Tapi, yang paling menyenangkan baginya adalah kehadiran kita, ibunya, rumahnya.
Jadi, betapa egoisnya kita, manusia yang sudah lebih lama hidup di dunia, jika tidak melindungi dan mengajarkan dia bagaimana cara untuk bertahan hidup. Betapa egoisnya kita ketika menginginkan dia, dan tidak siap mengurusnya.
Tapi, menginginkan waktu untuk diri sendiri, sebentar saja, adalah tidak egois. Itu adalah logis.
Waktu dimana kita bukan lagi ibu dan istri. Tapi, kita adalah aku dan kamu. Perempuan yang hanya ingin menikmati waktu untuk menjadi perempuan. Dan setelah itu, kita bisa kembali menjadi ibu dan istri dengan semangat dan gairah baru. Semua senang.
Jadi, kesimpulanku, kesiapan (mental) bukan seperti bakat yang langsung diberikan Tuhan.
Itu adalah proses. Proses yang panjang dan kadang penuh air mata. Proses belajar yang tidak pernah berhenti. Dan beruntunglah kamu yang mengalami proses itu, karena kamu akan menjadi makhluk yang kuat.
Makhluk yang bernama, IBU.
dan saya belum siap saat ini, tidak tahu kapan saya akan siap, semoga amanah ini datang di saat yang tepat...
Komentar