Langsung ke konten utama

SUARA MAHASISWA, Legitimasi Indonesia sebagai Pemimpin ASEAN

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang ke-18 telah berakhir beberapa hari yang lalu. Keberhasilan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara patut diacungi jempol karena selama berlangsungnya konferensi tidak ada hambatan berarti khususnya terkait masalah keamanan.


Namun, kepemimpinan Indonesia selama tujuh bulan ke depan dalam lingkup organisasi regional di kawasan Asia Tenggara tersebut sepertinya akan penuh dengan tantangan yang dapat berdampak pada keutuhan ASEAN dan reputasi Indonesia di dunia internasional. Salah satu tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia dalam kapasitasnya sebagai pemimpin ASEAN adalah tantangan legitimasi Indonesia sebagai ketua ASEAN 2011. Tantangan tersebut terlihat jelas dengan tidak hadirnya Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Long dalam KTT ASEAN tanggal 6–8 Mei 2011 lalu di Jakarta.

Singapura sebagai salah satu negara termaju di kawasan dengan GDP per kapita di atas USD30.000 terkesan “menguji” kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN dengan tidak menghadirkan perdana menterinya. Alasan ketidakhadiran Perdana Menteri Singapura tersebut karena Singapura sedang mengadakan pemilihan umum.Alasan ini menurut penulis tidak cukup signifikan untuk dijadikan sebagai justifikasi ketidakhadiran pemimpin negara dalam sebuah konferensi tingkat tinggi.

Suatu negara yang menjadi anggota sebuah organisasi regional seharusnya memiliki komitmen. Ketidakhadiran tersebut bisa diartikan Singapura tidak menganggap penting ASEAN atau bisa jadi tidak menganggap Indonesia layak sebagai Ketua ASEAN. Selama ini hubungan Indonesia-Singapura memang diwarnai dengan persaingan dan banyak perjanjian yang tidak berakhir dengan kata sepakat. Contohnya saja, kita dapat melihat betapa Singapura iri kepada Indonesia yang menjadi salah satu anggota G-20, padahal Singapura jelas-jelas jauh lebih kaya secara GDP. Legitimasi kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN juga akan diuji dengan konflik perbatasan Thailand-Kamboja.

Indonesia yang selama ini dikenal sebagai juru damai dalam berbagai konflik di ASEAN harus kembali berurusan dengan permasalahan perbatasan yang terjadi di Thailand-Kamboja. Jika Indonesia gagal menyelesaikan konflik atau paling tidak berkontribusi untuk menurunkan tegangan di Thailand-Kamboja, tentu saja reputasi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN akan dipertanyakan di mata dunia internasional.

Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri,wajib membuat suatu terobosan guna meningkatkan legitimasi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN 2011.

AVINA NADHILA WIDARSA
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia Ketua KSM Eka Prasetya Universitas Indonesia

*dimuat di Koran Sindo, Senin 16 Mei 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Operasi Abses Kelenjar Bartholini

Assalamu'alaikum wr. wb. Apa kabar kawan2? Semoga selalu dalam keadaan sehat wal afiat serta tetap semangat menjalani aktifitas. Apa kabar saya? Alhamdulillah, keadaan saya hari ini jauh lebih baik dari kemarin maupun beberapa hari yang lalu. Teman2 yang baca postingan saya sebelumnya mungkin telah mengetahui bahwa beberapa hari ke belakang saya menderita suatu penyakit yang membuat saya susah duduk, bangun dan berjalan. Sampai - sampai saya harus masuk UGD untuk disuntik obat penghilang rasa sakit di pantat saking tidak tahannya. Ternyata, setelah pulang dari UGD, obat penghilang rasa sakit itu hanya bertahan satu malam. Keesokan harinya, saya mengalami sakit yang sama. Susah duduk, bangun dan berjan. Terkadang, rasanya perih sekali, sampai-sampai saya menangis karena tidak dapat menahan sakitnya. Namun, karena sudah diberikan salep dan obat penghilang rasa sakit beberapa saat sakitnya mereda. Bahkan dua hari kemudian saya memberanikan diri untuk pergi ke Jurong Point...

6 day to Graduation Day

Salam.... Hey all, what's up? I've been had a great time since my last post about "skripsi". Apparently, I had to work so hard (and so fast) to revise my thesis. Alhamdulillah, I made it on time with satisfactory result :) whilst it was so "rempong" to make a hardcover and get the signatories... The result itself was not a straight A (it was so close, just 0,44 again to get A score), but than it's okay for me. Alhamdulillah :D Ok, so now I am waiting for my convocation day (graduation ceremonial) which will be held 6 days later. Well, I'm not quite enthusiastic about this graduation day, realizing that it is just a ceremonial phase and I have to do "make up", dressing, high-heels-ing, etc. But, I can't deny that I am so happy, trying my "toga" made me just want to cry, feels like this time just run so quick and now I am not an undergraduate student anymore... Yes, I do believe that graduation is not the end. It ju...

Canberra Day 1 #AvinainAussie

 Hi everyone, It's been ages I did not write here. Alhamdulillah, I got accepted at the ANU for PhD in International Relations at the Coral Bell School, College of Asia and Pacific. So grateful for this, I had my family OSHC covered by Bell School, tuition fee covered by HDR Fee Remit Scholarship and stipend provided by Feminist in International Relations scholarship administered by Bell School. Bismillahirrahmanirrahim for the years ahead. Yesterday, 13 February 2025 was my first day landed in Australia let alone Sydney and Canberra. Sydney international airport was not huge, I have to declare everything that listed as prohibited/dangerous items, in my case it was medicine (and honey). Alhamdulillah for the smooth yet very exhausted journey. I landed in Canberra airport on 11.35 noon and was picked up by Natasha, Kang Andri's daughter. She is super cool, an ANU undergrad studying actuarial (wow!). We went to Kebab shop to take lunch, I bought "small" snack pack which...